PERAN PEMBELAJARAN IPA DALAM MENANGGULANGI PENYEBARAN HOAKS - Berbagi Ilmu

Berbagi Ilmu

Saat Razia HP Siswi di Kelas Tanpa Sengaja Menemukan...

Saat Razia HP Siswi di Kelas Tanpa Sengaja Menemukan...
Wooow...

PERAN PEMBELAJARAN IPA DALAM MENANGGULANGI PENYEBARAN HOAKS

 


Kata Pengantar

Dalam era digital yang saat ini kita hadapi, perlu disadari bahwa penyebaran hoaks dan informasi palsu merupakan sebuah tantangan serius. Hoaks tidak hanya menyebabkan kebingungan, tetapi juga memiliki potensi untuk merugikan masyarakat, dengan dampak yang dapat menciptakan rasa khawatir dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu kunci utama dalam mengatasi permasalahan ini.

Makalah ini bertujuan untuk menguraikan peran yang sangat penting dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam menanggulangi penyebaran hoaks. IPA bukan sekadar kumpulan fakta ilmiah yang harus dihafal, tetapi juga merupakan alat untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kemampuan berargumentasi secara ilmiah, dan pemahaman mendalam tentang metode ilmiah. Melalui pembelajaran IPA, peserta didik dibekali alat dan filter yang kuat untuk mengenali, mengevaluasi, dan menindaklanjuti hoaks secara cerdas.

Dalam makalah ini, berbagai aspek terkait peran pembelajaran IPA dalam merespons hoaks akan dijelaskan secara rinci. Mulai dari pengembangan kemampuan berpikir kritis hingga penguasaan kemampuan berargumentasi ilmiah, serta pengenalan metode ilmiah.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang berguna dan berkontribusi dalam upaya bersama menanggulangi penyebaran hoaks di era digital. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan inspirasi dalam penulisan makalah ini.

Tasikmalaya, 10 Oktober 2023


Penyusun


A. Latar Belakang
Era digital telah membawa banyak manfaat yang signifikan bagi kehidupan kita. Beberapa manfaat utama dari era digital adalah informasi lebih mudah diakses daripada sebelumnya. Internet memungkinkan kita untuk mencari dan mengeksplorasi pengetahuan dari seluruh dunia dalam hitungan detik. Ini membantu dalam pembelajaran, penelitian, dan pemecahan masalah. Teknologi digital juga memungkinkan komunikasi instan dengan orang di seluruh dunia sehingga dapat menghubungkan orang secara global dan memfasilitasi kerjasama internasional, pertukaran budaya, dan hubungan sosial. 
Perkembangan digital yang pesat juga  telah mengubah cara kita bekerja. Banyak pekerjaan sekarang dapat dilakukan dari jarak jauh, memungkinkan fleksibilitas dalam waktu dan tempat kerja, serta memungkinkan kolaborasi dan pertukaran informasi di tempat kerja. Perangkat lunak digital telah meningkatkan produktivitas dalam berbagai sektor, termasuk bisnis, pendidikan, dan penelitian. Manajemen data yang lebih baik, otomatisasi tugas, dan alat-alat produktivitas memungkinkan pekerjaan yang lebih efisien. Era digital telah memacu inovasi teknologi. Perkembangan seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan teknologi 5G telah membuka peluang baru untuk kemajuan di berbagai bidang.
Dalam bidang kesehatan, teknologi digital telah membantu memudahkan perawatan dan pelayanan kesehatan dengan pengembangan teknologi medis canggih, perekaman data pasien elektronik, serta konsultasi medis secara daring. Perdagangan elektronik (e-commerce)  juga memudahkan masyarakat  berbelanja lebih nyaman dan tersedia secara daring. Hal ini memungkinkan konsumen untuk membeli barang dan jasa dari rumah mereka dan mengakses berbagai produk dari seluruh dunia.
Tidak hanya bermanfaat dalam bidang informasi, kesehatan, perdagangan dan pekerjaan, era digital juga memberi dampak positif bagi dunia pendidikan.  Era digital membuka pintu bagi pendidikan secara luas tanpa batas dengan sistem pembelajaran secara daring, kursus daring, platform pembelajaran, dan sumber daya pendidikan digital yang memungkinkan akses pendidikan bagi siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.
Sayangnya, kemudahan ini tidak selalu mendukung penyebaran informasi yang benar, akurat, dan dapat dipercaya. Hoaks seringkali dapat merugikan peserta didik, kelompok, atau bahkan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang serius untuk menanggulangi penyebaran fenomena ini. Pembelajaran sains atau ilmu pengetahuan alam (IPA) memainkan peran penting dalam menanggulangi masalah ini.
Pembelajaran sains (IPA) memiliki kerangka kerja yang kuat untuk memahami dan mengevaluasi informasi. Membekali peserta didik dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menilai informasi adalah kunci dalam upaya mengurangi penyebaran hoaks dan disinformasi. Makalah ini akan menjelaskan peran pembelajaran sains atau IPA dalam menanggulangi penyebaran Hoaks.

B. Pengertian Hoaks
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah hoaks didefinisikan sebagai informasi bohong. Hoaks merujuk pada informasi yang disengaja dipalsukan atau dimanipulasi untuk mengaburkan informasi yang sebenarnya. Dengan kata lain, hoaks bisa dijelaskan sebagai usaha untuk mengubah fakta dengan menggunakan informasi yang tampaknya meyakinkan, tetapi tidak dapat dipastikan kebenarannya.
Istilah hoaks berasal dari bahasa Inggris dan pertama kali muncul sekitar tahun 1808 selama masa revolusi industri. Meskipun begitu, akar kata hoaks sebetulnya dapat ditelusuri ke dalam sejarah yang jauh lebih lama, dimulai dengan kata hocus, yang telah ada selama berabad-abad sebelumnya. Ungkapan hocus pocus sering digunakan oleh ilusionis sebagai bagian dari pertunjukan mereka, bersama dengan ungkapan sim salabim. Dalam konteks sulap, hocus pocus mengacu pada upaya untuk mengecoh atau membingungkan penonton.
Kemudian, kata hocus mengalami perubahan menjadi hocs dan digunakan untuk merujuk pada berita yang tidak benar pada awal abad ke-19. Bentuk pengejaan berubah dari hocs menjadi hoaks, yang menjadi istilah yang lebih lazim dan umum dikenal saat ini untuk menggambarkan informasi yang tidak benar atau palsu (Niken, 2022).
Menurut Kurniati (2021), hoaks berbeda dari pertunjukan sulap. Dalam kasus hoaks, pembaca atau pendengar tidak menyadari bahwa mereka sedang diperdaya. Mereka dengan sungguh-sungguh meyakini kebenaran berita tersebut, padahal sumbernya sebenarnya palsu. Sementara dalam pertunjukan sulap, penonton tahu bahwa apa yang mereka saksikan dan dengar adalah trik atau kebohongan, namun mereka menikmatinya sebagai hiburan. Biasanya, hoaks disebarkan melalui platform internet seperti Facebook, Twitter, blog, dan seringkali muncul di forum seperti Kaskus. Kebebasan pers, yang seharusnya menjadi salah satu pilar demokrasi, sayangnya kadang-kadang dimanfaatkan oleh sebagian peserta didik untuk menyebarkan hoaks. 

C. Jenis-jenis Hoaks
Berdasarkan sumber dan tujuannya,  hoaks dapat dapat dibedakan menjadi:
a. Berita Palsu (Fake News)
Fake news adalah jenis berita yang sengaja mencoba menggantikan berita yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk memasukkan informasi palsu ke dalam berita, seringkali dengan menambahkan elemen-elemen yang tidak benar atau teori konspirasi. Ini bukan sekadar komentar humor terhadap berita.
b. Tautan Jebakan (Clickbait)
Clickbait adalah tautan yang ditempatkan di situs web dengan strategis untuk menarik orang ke situs lain. Meskipun isi tautan tersebut mungkin berdasarkan fakta, judulnya sering kali dibuat berlebihan atau digunakan gambar menarik untuk menarik perhatian pembaca.
c. Bias Konfirmasi (Confirmation Bias)
Bias konfirmasi adalah kecenderungan untuk menginterpretasikan peristiwa baru sebagai bukti yang mendukung keyakinan yang sudah ada.
d. Misinformasi (Misinformation)
Misinformasi adalah informasi yang salah atau tidak akurat, terutama dengan maksud menipu.
e. Satir (Satire)
Satir adalah jenis tulisan yang menggunakan humor, ironi, dan penyajian yang dibesar-besarkan untuk mengomentari isu-isu terkini. Berita satir biasanya ditemui dalam program televisi seperti "Saturday Night Live" dan "This Hour Has 22 Minutes."
f. Pasca-Kebenaran (Post-Truth): 
Post-Truth adalah situasi di mana emosi lebih memengaruhi pembentukan opini publik daripada fakta-fakta yang sebenarnya.
g. Propaganda
Propaganda adalah upaya untuk menyebarkan informasi, fakta, argumen, gosip, setengah kebenaran, atau bahkan kebohongan dengan tujuan memengaruhi opini publik.
(Kurniati, 2021)

D. Kasus Hoaks di Indonesia dan Dampaknya
Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), terdapat sekitar 800.000 situs web di Indonesia yang telah dikenali sebagai penyebar informasi palsu. Selama triwulan pertama tahun 2023, Kemenkominfo berhasil mengidentifikasi 425 isu hoaks, mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bulan Januari mencatat 147 isu hoaks, Februari 117, dan Maret 161. Total 11.357 isu hoaks sejak Agustus 2018 telah berhasil diidentifikasi. Banyaknya kasus hoaks menunjukkan bahwa internet telah dimanfaatkan dengan tidak benar oleh sejumlah peserta didik untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka dengan cara menyebarluaskan konten-konten negatif yang menimbulkan ketidaknyamanan dan meningkatkan rasa curiga di tengah masyarakat. 
Salah satu kasus hoaks yang sempat menggemparkan warga Indonesia adalah kasus konspirasi imunisasi dan vaksin. Dikutip dari laman kemenkominfo disebutkan bahwa salah satu hoaks yang telah menjadi viral adalah isu konspirasi yang menyatakan bahwa vaksin imunisasi dapat menyebarkan virus atau penyakit. Klaim ini menyebutkan bahwa vaksin mengandung sel-sel hewan, virus, bakteri, darah, dan nanah.
Sayangnya, isu ini telah menciptakan dampak serius pada persepsi masyarakat Indonesia terhadap imunisasi. Akibatnya, masyarakat menjadi ragu bahkan takut untuk memberikan imunisasi kepada anak-anak mereka. Penyebaran informasi yang salah tentang vaksin dapat membahayakan kesehatan masyarakat dan mempengaruhi upaya pencegahan penyakit melalui imunisasi. Oleh karena itu, penting untuk memerangi hoaks dan menyediakan informasi yang benar dan dapat dipercaya tentang manfaat imunisasi. 
Masih di laman yang sama disebutkan bahwa pada awal tahun 2018, masyarakat Indonesia dihebohkan oleh informasi palsu mengenai telur tiruan atau telur plastik yang disebut-sebut beredar di pasar-pasar tradisional dan supermarket. Banyak foto dan video yang menunjukkan proses pembuatan telur tiruan tersebar luas di berbagai platform, termasuk YouTube dan media sosial. Beberapa bahkan menyatakan bahwa telur-telur ini diproduksi di Tiongkok.
Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat karena telur adalah salah satu sumber makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Isu ini juga merugikan para peternak ayam petelur dan pedagang telur. Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan Mabes Polri segera merespons dengan turun langsung ke lapangan untuk mengatasi berita-berita tentang telur palsu tersebut, yang akhirnya terbukti hanya merupakan informasi palsu.

E. Peran pembelajaran IPA dalam menanggulangi penyebaran hoaks
Penyebaran hoaks dan informasi palsu telah menjadi masalah serius di era digital saat ini. Hoaks dapat menyesatkan masyarakat, menciptakan kebingungan, dan bahkan berdampak buruk pada keputusan yang diambil oleh peserta didik dan masyarakat. Dalam konteks ini, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki peran yang sangat penting dalam menanggulangi penyebaran hoaks.
IPA bukan hanya sekadar kumpulan fakta-fakta ilmiah, tetapi juga merupakan pendekatan berpikir kritis dan metode ilmiah yang memungkinkan peserta didik untuk memahami dunia di sekitar mereka dengan lebih baik. Pembelajaran IPA diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis, berargumentasi secara ilmiah, dan pemahaman tentang metode ilmiah, sehingga peserta didik dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengatasi hoaks.
Pembelajaran IPA juga diharapkan  membantu dalam mengajarkan mengenali sumber informasi yang terpercaya dan memahami pentingnya fakta dan bukti dalam pengambilan keputusan
Melalui pembelajaran IPA, peserta didik dapat menjadi lebih sadar tentang risiko dan dampak hoaks, serta dapat berperan aktif dalam memerangi penyebaran informasi palsu. Pembelajaran IPA bukan hanya tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang membentuk peserta didik yang kritis, cerdas, dan bertanggung jawab dalam dunia digital yang penuh dengan informasi. 
Lalu bagaimana potret pembelajaran IPA di sekolah atau madrasah yang perlu dikembangkan agar dapat membantu menanggulangi penyebaran hoaks?
1. Pembelajaran IPA yang mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Berikut adalah beberapa cara bagaimana pembelajaran IPA memengaruhi perkembangan keterampilan berpikir kritis
a. Melalui Metode Ilmiah
Pembelajaran IPA melibatkan metode ilmiah, yang mendorong siswa untuk merumuskan pertanyaan, merancang eksperimen, mengumpulkan data, dan menyusun kesimpulan. Proses ini memacu siswa untuk berpikir kritis dalam menilai informasi dan membuat keputusan berdasarkan bukti yang ada. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis  melalui pendekatan keterampilan proses sains (Marudut,2020) dan dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai seperti pembelajaran berbasis penemuan (Discovery Learning), pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis inkuiri, dan pembelajaran berbasis projek. Menurut Hamdani (2019), pembelajaran IPA yang menggunakan metode eksperimen dapat membantu meningkatkan kemempuan berpikir kritis peserta didik.
b. Melalui Pemecahan Masalah 
Pembelajaran IPA seringkali melibatkan pemecahan masalah yang memerlukan pemikiran analitis dan kreatif. Siswa diajak untuk mengidentifikasi masalah, merumuskan solusi, dan mengevaluasi alternatif dengan kritis. Melalui metode pemecahan masalah diharapkan kemampuan berpikir kritis peserta didik akan meningkat. 
Metode pemecahan masalah bisa disajikan dalam bentuk sumber ajar berupa modul ajar yang berorientasi pemecahan masalah (Suarsana, 2013) maupun model pembelajaran berbasis masalah seperti PBL dan PjBL.
c. Melalui Penyelidikan
Pembelajaran IPA mendorong siswa untuk menjalani penyelidikan ilmiah. Mereka harus mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data, yang melibatkan pemikiran yang kritis dalam prosesnya.

2. Pembelajaran IPA yang mengembangkan Kemampuan Argumentasi Ilmiah.
Dalam dunia yang senantiasa berubah dengan cepat, kemampuan untuk berargumentasi ilmiah menjadi relevan tidak hanya dalam ranah ilmiah, tetapi juga sebagai alat yang sangat penting untuk membantu peserta didik dalam memahami, merespons, dan memberikan penjelasan pada berita hoaks yang dapat memengaruhi pandangan dan keputusan peserta didik dan masyarakat. Argumentasi ilmiah melibatkan penerapan metode ilmiah, berpikir kritis, serta penilaian bukti dengan dasar rasional. Hal ini membantu peserta didik untuk mengenali hoaks, membangun argumen yang didukung oleh bukti ilmiah yang kuat, serta memahami prinsip-prinsip ilmiah yang menjadi dasar klaim dalam berita.
Untuk mengenali informasi apakah termasuk hoaks atau tidak, peserta didik perlu dibekali kemampuan berargumentasi ilmiah. Argumentasi ilmiah terdiri dari tiga elemen utama yang melibatkan klaim yang didukung oleh bukti-bukti, serta dikonfirmasi melalui fakta-fakta ilmiah (rasionalisasi/penalaran). Ketiga komponen argumentasi ilmiah ini dapat diuraikan sebagai berikut (Georgia Tech n.d)
  1. Klaim: Pernyataan yang berkaitan dengan fenomena atau peristiwa tertentu.
  2. Bukti: Data yang diperoleh dari pengukuran dan pengamatan, yang terkumpul selama proses investigasi, dan berfungsi sebagai penopang klaim.
  3. Alasan ilmiah: Informasi ilmiah atau pengetahuan yang menjelaskan hubungan antara bukti-bukti dan klaim tersebut.
Untuk membekali peserta didik dalam berargumentasi secara ilmiah, guru diharapkan dapat mengembangkannya dalam proses pembelajaran IPA di kelas. Beberapa usaha yang dapat dilakukan diantaranya dengan penerapan pembelajaran berbasis socio scientific issues (Siska, 2020), model pembelajaran argumentasi berbasis Toulmin’s Argument Pattern (TAP), model pembelajaran berbasis masalah, dan model pembelajaran berbasis penemuan. 

F. Simpulan
Dalam era digital yang dipenuhi hoaks dan informasi palsu, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memainkan peran penting dalam menanggulangi masalah ini. Pembelajaran IPA bukan hanya mengajarkan fakta, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mengenal serta memahami metode ilmiah, dan membekali cara berargumentasi ilmiah sehingga mereka dapat mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengatasi hoaks.
Selain itu, pembelajaran IPA membantu peserta didik untuk mengenali sumber informasi yang terpercaya dan memahami pentingnya fakta dalam pengambilan keputusan. Ini membuat peserta didik lebih sadar akan risiko dan dampak hoaks, serta memungkinkan mereka untuk aktif dalam memerangi informasi palsu.
Guru dapat menggunakan berbagai metode pembelajaran seperti socio-scientific issues, Toulmin's Argument Pattern, pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran berbasis penemuan untuk membekali peserta didik dengan keterampilan ini. Dengan demikian, pembelajaran IPA memiliki peran penting dalam menanggulangi penyebaran hoaks di masyarakat.

G. Saran
Guru memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menangkal dan menanggulangi penyebaran hoaks. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan membekali peserta didik kemampuan berargumentasi ilmiah, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dan mengenalkan metode ilmiah sebagai pegangan dalam mengklarifikasi isu-isu yang tersebar. Untuk tujuan tersebut, disarankan dalam pembelajaran IPA guru menerapkan pendekatan saintifik dengan metode eksperimen, penerapan  model pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran penemuan, inkuiri, penerapan pembelajaran berbasis socio scientific issues.







Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PERAN PEMBELAJARAN IPA DALAM MENANGGULANGI PENYEBARAN HOAKS"

Posting Komentar