Guru dan Pengawas Kemenag: Jangan Lagi Dianaktirikan! - Berbagi Ilmu

Berbagi Ilmu

Guru dan Pengawas Kemenag: Jangan Lagi Dianaktirikan!

 

OPINI

Belum lama ini, tersiar kabar mengejutkan di lingkungan guru, kepala madrasah, dan pengawas madrasah. Kementerian Agama (Kemenag) Pusat diinformasikan tidak akan menyelenggarakan Uji Kompetensi Kenaikan Jenjang (UKKJ) bagi guru dan pejabat fungsional pada tahun 2025. Kabar ini menyebar cepat dan segera menimbulkan tanda tanya besar serta kekhawatiran di kalangan tenaga pendidik dan kependidikan Kemenag.

Jika benar UKKJ tidak diselenggarakan dan tidak ada solusi alternatif yang diberikan, maka ini bukan hanya soal kebijakan yang tidak berpihak, tetapi juga bisa dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap hak-hak fungsional guru, kepala madrasah, dan pengawas. Padahal, di sisi lain, kewajiban mereka sebagai aparatur negara telah dijalankan dengan penuh tanggung jawab, bahkan dalam kondisi serba terbatas.

Sejumlah suara dari akar rumput mulai menggema. Banyak guru dan pengawas menyayangkan sikap Kemenag yang dianggap tidak berpihak pada mereka. "Kita berharap kembali ke regulasi lama, karena AK dan SKP sudah mencakup unsur-unsur kompetensi guru," ujar salah satu pengawas madrasah. Jika unsur kompetensi sudah tercermin dalam laporan kinerja, lalu mengapa harus ada tambahan beban berupa UKKJ, apalagi jika pelaksanaannya sendiri tidak konsisten?

Lebih jauh lagi, ketidakjelasan arah kebijakan ini berpotensi menjadi penghambat serius dalam proses kenaikan pangkat dan jabatan fungsional. Beberapa guru menyarankan, jika memang UKKJ tidak diadakan, maka cukup dengan angka kredit dari PAK, inpassing, atau konversi. "Tolong usulkan ke Dirjen Pendis, kenaikan pangkat tidak usah lewat UKKJ. Cukup PAK, PAN konversi, ya sudah naik. Kok ruwet-ruwet kaya bako enak kecemplung peceren," keluh seorang guru dengan gaya khas daerahnya.

Keluhan ini bukan semata-mata ungkapan emosi, tetapi cerminan kegelisahan yang nyata. Ketika hak tidak diberikan padahal kewajiban telah dipenuhi, maka yang terjadi adalah ketimpangan. Dalam bahasa yang lebih tegas: kedzoliman. “Kalau mengabaikan... itu namanya kedholiman,” tegas seorang guru.

Namun ada pula yang mencoba memberi ruang harapan. Jika benar Kemenag ingin menyederhanakan proses administrasi dan memangkas beban guru, maka ini bisa menjadi langkah progresif. Seperti kata Kang Dedi Mulyadi: “Guru tidak usah diribetkan dengan administrasi.” Tapi jika tidak ada kejelasan dan justru memperumit, maka patut dipertanyakan arah kebijakannya: berpihak kepada siapa?

Sudah waktunya Kemenag mendengarkan suara dari lapangan. Jangan biarkan jutaan guru dan pengawas yang menanti kenaikan pangkat dan jabatan terus digantung tanpa kepastian. Jika ada perubahan kebijakan, maka wajib disertai solusi yang manusiawi dan adil.

Tugas guru dan pengawas hari ini sangat berat. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga membentuk karakter bangsa, mendidik generasi masa depan dalam semangat moderasi, toleransi, dan integritas. Beban administratif dan birokrasi seharusnya tidak menjadi penghalang utama bagi mereka untuk berkembang.

Jika Kemenag ingin disebut sebagai rumah besar pendidikan agama yang adil dan beradab, maka mendengar, memahami, dan merespons suara para guru dan pengawas adalah langkah paling awal dan paling mendasar.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Guru dan Pengawas Kemenag: Jangan Lagi Dianaktirikan!"

Posting Komentar