MENGANTRI MENUNJUKKAN KESALEHAN SESEORANG? - Berbagi Ilmu

Berbagi Ilmu

Saat Razia HP Siswi di Kelas Tanpa Sengaja Menemukan...

Saat Razia HP Siswi di Kelas Tanpa Sengaja Menemukan...
Wooow...

MENGANTRI MENUNJUKKAN KESALEHAN SESEORANG?

Pernahkah Anda diserobot orang lain saat menunggu antrian? Atau malah mungkin sebaliknya? Jika posisi Anda sebagai korban, saya yakin Anda akan merasa kesal, jengkel atau bahkan mungkin akan marah besar. Sebaliknya jika Anda sebagai pelaku, Anda akan merasa senang karena bisa dapat giliran lebih awal dan tidak perlu mengantri, tak peduli tanggapan orang kepada Anda dan perasaan orang yang diambil haknya oleh Anda.
Budaya mengantri di negara kita sungguh sangat memprihatinkan. Tengoklah di loket pembayaran stasiun kereta api dan sejenisnya, saat pembagian sembako, perpanjangan SIM, pembayaran pajak kendaraan bermotor, pom bensin, sertifikasi guru, perekrutan PNS, bahkan saat akan bersalam-salaman setelah shalat Ied sebagian besar dari kita sulit untuk mengantri. Tak jarang saling sikut, saling dorong, menyogok pegawai, pemalsuan SK mengajar dan kebohongan lain dilakukan hanya untuk mendapatkan giliran pertama. Akibatnya tak jarang pula banyak korban berjatuhan, dari mulai luka kecil, luka besar, sakit hati, sakit gigi (hehehe maksudnya giginya kena pukul) bahkan sampai korban nyawa.
Padahal mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Sementara Islam sendiri sangat memperhatikan fiqih kedisiplinan.
Salah satu hal terpenting dalam 'fiqh disiplin' adalah membiasakan diri dengan antrian budaya di semua lini kehidupan. Mengantri saat berkendara di jalan raya, mengantri pada sat membayar telepon, mengantri di gerbang pintu tol dan sebagainya. Tradisi antri dalam fiqih sebenarnya merupakan hal selalu dikedepankan dalam ilmu fiqih. Lihatlah betapa di hampir setiap ibadah mensyaratkan untuk memenuhi  ketentuan tertib. Sehingga membasuh tangan harus didahulukan dari pada membasuh kedua kaki. melanggar urutan ini menyebabkan tidak sah wudhu seseorang. Begitu pula dalam urutan pelaksanaan  ibadah lainnya.
Demikianlah fiqih mengajarkan kita untuk senantiasa hidup secara disiplin, dalam salah satu kitab fiqih dan akhlak tasawuf "Sulamuttaufiq" disebutkan bahwa menyerobot antrian merupakan salah satu bentuk maksiat.
ومن المعاصى البدن اخذ نوبته الغير فى المكان اوالثوب اوالبئر اوغير ذلك
“dan sebagian dari maksiat badan adalah mingkal (sunda, menyerobot) giliran orang lain baik tempat, pakaian, mengambil air di sumur dan lain-lain”.
Masyarakat beradab di muka bumi ini merupakan masyarakat yang saling memahami dan saling menghormati sesama. Kelihatannya sepele, namun kalau kita mau memperhatikan dengan seksama, dalam aktivitas mengantri kita melihat setiap orang saling memahami dan saling menghormati antara satu dengan yang lain. Orang yang datang belakangan memahami bahwa orang yang hadir lebih dahulu berhak untuk berada di depan dan dengan sadar menghormati hak tersebut. Ada kesalehan yang maujud di sana. Kesalehan yang benar-benar melembaga dalam diri manusia sehingga maujud pula dalam kesehariannya.
Kadar kesalehan tidak ditunjukkan oleh kekhusyukan dalam ibadah langsung dengan Tuhan (hablun minallah) semata melainkan juga dalam bermasyarakat (hablun minannas). Hubungan langsung dengan Tuhan adalah urusan pribadi masing-masing dan hanya Tuhan yang berhak memberikan penilaian. Akan tetapi, dalam kerangka hidup bermasyarakat, orang lain dapat memberikan penilaian mengenai kesalehan seseorang. Orang yang sangat saleh semestinya berperilaku saleh, bukan sebaliknya. Banyak orang yang mengaku dirinya paling saleh tapi justru prilakunya tidak menunjukkan kesalehan. Rajin sembahyang tapi masih sering menggunjing dan menghina orang lain. Bergelar haji tapi masih sering berbohong dan menyakiti orang lain. Bergelar sarjana agama tapi masih sering menyepelekan tugas dan kewajibannya.
Maka wajar kalau ada orang yang berpendapat bahwa orang Jepang walaupun kebanyakan mereka tidak beragama tetapi sangat saleh. Kesalehan mereka mengalahkan kesalehan orang Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Dalam bermasyarakat orang Jepang sangat teratur. Mereka saling menghormati dan saling menghargai. Lihat saja kedisiplinan mereka dalam menata sandal, sepatu dan bakiak di depan pintu. Lihat saja betapa mereka sangat memperhatikan kebersihan. Lihat saja betapa tertibnya mereka dalam mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Lihat saja keindahan yang mereka tunjukkan dalam mengantri. Alangkah salehnya mereka.
Tidak hanya Jepang, tengoklah Australia! Negara tetangga kita ini pun penduduknya memiliki nilai kesalehan yang luar biasa. Terutama dalam budaya mengantri. Seorang guru di Australia pernah berkata:
“Kami tidak terlalu khawatir jika anak2 sekolah dasar kami tidak pandai Matematika” kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri.”
“Sewaktu ditanya mengapa dan kok bisa begitu ?” Kerena yang terjadi di negara kita justru sebaliknya.
Inilah jawabannya:
“Karena kita hanya perlu melatih anak selama 3 bulan saja secara intensif untuk bisa Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga 12 Tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran berharga di balik proses mengantri.
Karena tidak semua anak kelak akan berprofesi menggunakan ilmu matematika kecuali TAMBAH, KALI, KURANG DAN BAGI. Sebagian mereka anak menjadi Penari, Atlet Olimpiade, Penyanyi, Musisi, Pelukis dsb. Karena biasanya hanya sebagian kecil saja dari murid-murid dalam satu kelas yang kelak akan memilih profesi di bidang yang berhubungan dengan Matematika. Sementara SEMUA MURID DALAM SATU KELAS ini pasti akan membutuhkan Etika Moral dan Pelajaran Berharga dari mengantri di sepanjang hidup mereka kelak.
Ada banyak manfaat yang dapat kita petik dari budaya mengantri diantaranya:
1.      Anak belajar manajemen waktu.  Jika ingin mengantri paling depan datang lebih awal dan persiapan lebih awal. Manajemen waktu ini sangat penting ditanamkan terutama di negara kita yang masih menganut Waktu karet (ngaret). Janji jam delapan hadir jam sembilan.
2.             Anak dilatih bersabar menunggu waktunya mendapatkan giliran
Di negara kita saling dorong, saling injak bahkan saling pukul bisa terjadi kapan saja demi mendapat giliran pertama. Dengan kesabaran yang terlatih sejak dini diharapkan kejadian di atas tidak terulang lagi
3.             Anak dilatih untuk menghargai dan menghormati hak orang lain. Anak belajar berdisiplin dan tidak menyerobot hak orang lain.
Di negara kita demi mendapatkan giliran pertama berbagai cara dilakukan. Mulai dari menyogok pegawai, membeli tiket dari calo, dan melakukan penipuan SK mengajar. Dengan kebiasaan menghormati dan menghargai hak orang lain praktek curang dan culas seperti ini diharapkan punah di negeri tercinta ini.
4.     Anak belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantri. (di Jepang biasanya orang akan membaca buku saat mengantri)
5.             Anak bisa belajar bersosialisasi menyapa dan mengobrol dengan orang lain di antrian.
6.     Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses dalam mencapai tujuannya. Anak lebih menghargai proses daripada hasil, sehingga budaya instan (ingin cepat memperoleh hasil tanpa menempuh proses), budaya curang dan menghalalkan segala cara dapat diminimalisir.
7.            Anak belajar hukum sebab akibat, bahwa jika datang terlambat harus menerima konsekuensinya di antrian belakang.
8.             Anak belajar disiplin, teratur dan kerapihan.
9.             Anak belajar memiliki RASA MALU, jika ia menyerobot antrian dan hak orang lain.
Di negara kita penyerobot tidak merasa dirinya berdosa, dia akan merasa bangga saat berhasil mendepak orang lain tak peduli perasaan orang yang ia serobot.
10.     Anak belajar bekerjasama dengan orang2 yang ada di dekatnya jika sementara mengantri ia harus keluar antrian sebentar untuk ke kamar kecil.
11.         Anak belajar jujur pada diri sendiri dan pada orang lain.
Nilai-nilai kejujuran belakangan mulai terkikis kepentingan. Orang gampang sekali berbohong demi kepentingan pribadi.
Ah sayang sekali jika orang tua, guru, dan Kementrian Pendidikan kita masih saja meributkan anak muridnya tentang Ca Lis Tung (Baca Tulis Hitung), Les Matematika dan sejenisnya. Padahal negara maju saja sudah berpikiran bahwa mengajarkan MORAL pada anak jauh lebih penting dari pada hanya sekedar mengajarkan anak pandai berhitung.
Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua para orang tua juga para pendidik di seluruh tanah air tercinta. Untuk segera menyadari bahwa mengantri adalah pelajaran sederhana yang banyak sekali mengandung pelajaran hidup bagi anak dan harus dilatih hingga menjadi kebiasaan setiap anak Indonesia. Mari kita ajari generasi muda kita untuk mengantri, untuk Indonesia yang lebih baik.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MENGANTRI MENUNJUKKAN KESALEHAN SESEORANG?"

Posting Komentar