Membaca وبحمده “Wabihamdihi” saat ruku dan sujud - Berbagi Ilmu

Berbagi Ilmu

Saat Razia HP Siswi di Kelas Tanpa Sengaja Menemukan...

Saat Razia HP Siswi di Kelas Tanpa Sengaja Menemukan...
Wooow...

Membaca وبحمده “Wabihamdihi” saat ruku dan sujud


Pertanyaan:
Bagaimanakah hukum membaca lafadz  وبحمده wabihamdihi” dalam tasbih ruku’ dan sujud? Sebab ada pendapat bahwa Nabi SAW tidak pernah membaca lafadz tersebut?

Jawaban:
Ruku dan sujud termasuk dalam rukun shalat dan termasuk rukun fi’liyyah (pekerjaan). Sehingga jika dalam pelaksanaannya tidak membaca bacaan tasbih pun shalatnya tetap sah. Membaca tasbih dalam ruku dan shalat hukumnya sunah. Adapun bacaan tasbih yang biasa dibaca sebagian besar umat Islam di Indonesia dalam ruku dan sujud adalah sebagai berikut:
سبحان ربي الاعلى وبحمده
سبحان ربي العظيم وبحمده
Belakangan muncul anggapan bahwa menambahkan lafadz  وبحمده dalam bacaan tasbih ruku dan sujud adalah perbuatan bid’ah yang diada-adakan. Untuk menjawab keresahan masyarakat saya akan sajikan beberapa pendapat para ulama ahli fiqih tentang sunahnya membaca وبحمده disertai dalil-dalil yang dijadikan landasan pengambilan hukum sunah.

Pendapat Syaikh Nawawi al-Bantani

Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya Nihayatu al-Zain menyatakan:
“Disunatkan dalam ruku membaca  سبحان ربي العظيم karena mengikuti Nabi Muhammad saw dan disunatkan menambah bacaan وبحمده . Dan disunatkan dalam sujud membaca  سبحان ربي الاعلى  dan disunatkan menambah bacaan وبحمده “ (Nihayatu al-Zain, hal 66 dan 69)

Pendapat Imam An-Nawawi

Imam An-Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab menyatakan:
“Sahabat-sahabat kami (dari madzhab Syafi’i) berkata: disunatkan membaca سبحان ربي العظيم وبحمده . Diantara ulama yang telah memberikan nash atas sunatnya mengucapkan وبحمده ialah Imam al-Qadhi Abu ath-Thayib, al-Qadhi Husain pengarang kitab Asyamil, imam al-Gazhali dan para ulama lainnya” (al-Majmu’ al-Muhadzdzab, juz III, hal 412)

Adapun dasar hukum penetapan hukum sunah membaca وبحمده dalam tasbih ruku dan sujud diantaranya adalah:

عن عقبة بن عامر قال : فكان رسول الله صلى الله عليه وسلم اذا ركع قال: سبحان ربي العظيم وبحمده ثلاثا، واذا سجد قال: سبحان ربي الاعلى ثلاثا 
(رواه ابو داود، سنن ابي داود)
“Dari Uqbah bin ‘Amir ia telah berkata, Rasulullah SAW apabila beliau ruku mengucapkan ‘subhana robbiyal ‘adziimi wabihamdihi’ sebanyak tiga kali. Dan Apabila beliau sujud beliau mengucapkan ‘subhaana rabbiyal a’la wabihamdihi’ sebanyak tiga kali” (Riwayat Abu Dawud; Kitab Sunan Abu Dawud, juz I, hal 230)
Abu Dawud menilai hadis ini syadz atau tidak mahfudz. Beliau berkata “dikhawatirkan ia tidak mahfudz”

Dalam kitab al-Majmu’ syarah al-Muhadzdzab juz II hal: 413 dikemukakan sebuah hadis lain yang diriwayatkan ad-Daruquthni yang artinya:

“Dari Hudzaifah ra sesungguhnya Rasulullah SAW dalam rukunya mengucapkan ‘Subhaana Rabbiyal ‘adziimi wa bihamdihi’ sebanyak tiga kali. Dan dal sujud beliau mengucapakan ‘Subhaana Rabbiyal A’la wa bihamdihi’ sebanyak tiga kali (Riwayat ad-Daruquthni).

Imam Asy-Syaukhani menilai hadis ini dhaif (lemah) karena pada sanadnya terdapat nama Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila yang dianggapnya dhaif (lemah).

Hadis lain yang dirawayatkan oleh Thabrani dalam kitab al-Futuhatu al-Rabbaniyah Juz II, hal. 243 yang artinya:

“menurut hadis riwayat Thabrani, Ibnu Mas’ud apabila ruku ia mengucapkan ‘Subhaana Rabbiyal ‘adziimi wa bihamdihi’ sebanyak tiga kali, dan ibnu Mas’ud menyebutkan bahwasanya Rasulullah SAW senantiasa mengucapkannya”.
Imam Asy-Syaukhani menilai hadis ini dhaif (lemah) karena pada sanadnya terdapat nama As-Syariy bin Isma’il yang dianggapnya dhaif (lemah).

Ada setidaknya 2 (dua) hadis lain yang serupa yang menerangkan bahwa bacaan tasbih pada ruku dan sujud disertai bacaan “wa bihamdihi” dan keduanya dinilai dhaif yaitu:
  1. Hadis riwayat Imam Ahmad dan Imam Thabrani dari Abu Malik al-Asy’ari. Hadis ini dinilai dhaif karena pada sanadnya terdapat nama Syahr bin Hausyab. Menurut an-Nasa’i ia seorang yang tidak kuat.
  2. Hadis riwayat al-Hakim dari Abu Juhaifah ra. Hadis ini dinilai dhaif oleh Hajar al-Asqalani karena isnadnya dhaif.

Dari uraiaan di atas dapat dipahami bahwa pada sanad setiap riwayat hadis di atas terdapat kelemahan. Karena kelemahan inilah maka sebagian orang mengatakan bahwa membaca “wabihamdihi” dalam bacaan tasbih ruku dan sujud adalah bid’ah. Akan tetapi tidak demikian menurut ilmu hadis. Hadis-haidis yang pada sanadnya ada kelemahan (dhaif) bisa menjadi kuat dengan banyaknya jalur (thariq) periwayatan hadis. Menurut ilmu hadis, hadis dhaif bisa naik kedudukannya menjadi hasan lighairihi jika jalur periwayatannya banyak. Mengingat jalur periwayatan hadis berkenaan dengan “wabihamdihi” terdapat 5 (lima) jalur maka hadis ini kedudukannya berubah menjadi hadis hasan. Sementara hadis hasan bisa dijadikan hujah dan argumentasi untuk menetapkan suatu hukum.

Syaikh Abdul Haq Dahlawi menjelaskan dalam kitab Muqaddimah Misykatul Mashabih hal.5:
والضعيف ان تعدد طرقه وانجبر ضعفه يسمى حسنا لغيره
“Hadis Dhaif jika berbilang Thariqah (jalan periwayatannya) dan tertambal kelemahannya dinamakan hadis hasan lighairihi”.

Oleh karena itu, seorang pakar ilmu hadis Imam Muhamad bin Ali Asy-Syaukani menolak pendapat sebagian ulama yang mengingkari adanya tambahan “wabihamdihi” dalam tasbih ruku dan sujud. beliau dengan tegas berkata.

“Beberapa jalur periwayatan ini (thuruq) telah saling menguatkan. Maka ditolak dengan ini pendapat yang mengingkari ini (membaca bacaan ‘wabihamdihi’)”. (Kitab Nailul Authar, juz II, hal. 273).

Penegasan Imam asy-Syaukani ini dikutip pula oleh Syaikh Sayid Sabiq dalam kitab Fiqhussunah, juz I, hal.137.

Wallahu a’lam Bishawwab.








Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Membaca وبحمده “Wabihamdihi” saat ruku dan sujud"

Posting Komentar