Beda Itu Indah: Menyapu Wajah Setelah Selesai Shalat - Berbagi Ilmu

Berbagi Ilmu

Beda Itu Indah: Menyapu Wajah Setelah Selesai Shalat

Tulisan ini dibuat karena keprihatinan saya terhadap  maraknya perdebatan yang berlarut-larut antar sesama umat Islam. Pemicunya tiada lain karena perbedaan pandangan berkenaan dengan hal-hal furu’iyyah. Ego pribadi dan golongan lebih banyak mewarnai setiap diskusi maupun tulisan di media massa terlebih di media sosial yang berujung pada saling ejek, saling maki, bahkan saling hina. Tak jarang kata-kata yang kasar, keji, dan tak bermoral terlontar dari seorang muslim yang konon mengaku dirinya paling benar dan paling bersih. Selain itu tulisan yang tidak berimbang yaitu tulisan yang cenderung mengunggulkan golongan tertentu dan merendahkan golongan lain juga sering menjadi pemantik bibit-bibit permusuhan. Bolehlah anda mengunggulkan golongan anda tapi tidak harus merendahkan golongan lain. Kalau iklan di Televisi saja bisa lebih santun, beriklan tanpa menjatuhkan produk lain yang sejenis, mengapa kita tidak?

Sengaja tulisan ini ditulis dalam sudut pandang golongan tertentu. Tujuannya tiada lain untuk memberikan pengertian dan pemahaman bagi khalayak umum yang mempunyai kepentingan dengan tulisan ini. Sekaligus membuka cakrawala pengetahuan pembaca yang memiliki perbedaan pandangan sehingga bisa lebih dewasa dan bijak dalam menyikapi perbedaan.

Bagi Anda termasuk saya yang ketika selesai melaksanakan shalat menyapu wajah, tentu pernah bertanya dalam hati mengapa setelah selesai shalat dianjurkan mengusap wajah? Adakah dasar hukumnya?

Berikut ini saya paparkan beberapa pandangan ulama yang dilengkapi dengan hujjah yang melandasinya. Namun sebelum itu, saya terlebih dahulu akan mengemukakan pandangan pribadi saya berkenaan dengan menyapu wajah setelah selesai shalat. Anda boleh setuju atau sebaliknya. Saya tidak akan memaksa Anda. Lagi pula pandangan saya muncul begitu saja dari pemikiran saya yang kurang ilmu dan miskin pemahaman agama. Jadi jangan dianggap serius. Kalau perlu tidak usah dibaca Hehehe..

Menurut saya:
1.       Terlepas benar tidaknya hujjah yang diajukan, toh menyapu wajah dilakukan setelah selesai shalat. jadi tidak akan memberi pengaruh apa-apa pada shalat kita. Kalau hujjah yang diajukan nanti benar, Alhamdulillah berarti dapat nilai pahala. Sebaliknya, kalau pun salah tidak akan membatalkan shalat kita kan?
2.       Dulu waktu anak-anak, kiyai saya pernah berkata: “shalat secara bahasa artinya do’a”. Itu terlihat bahwa sebagian besar rukun dan sunnah qauli dalam shalat berisi do’a. Saya berpikir jika shalat adalah do’a berarti boleh dong mengusap wajah setelah selesai shalat. Seperti bolehnya mengusap wajah setelah kita berdoa.

Dari Umar Radhiallahu Anhu, katanya: Dahulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam jika mengangkat kedua tangannya dalam berdoa, dia tidak akan mengembalikannya sampai mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.(hadis hasan lighoirih)

Baiklah setelah kalian buang-buang waktu menyimak celotehan orang bodoh di atas, berikut beberapa pandangan para ulama yang menyatakan bahwa mengusap wajah setelah selesai shalat hukumnya sunah

Dikutip dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin

رَوَى ابْنُ مَنْصُوْرٍ أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَضَى صَلاَتَهُ مَسَحَ جَبْهَتَهُ بِكَفِّهِ الْيُمْنَى ثُمَّ أَمَرَّهَا عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى يَأْتِيَ بِهَا عَلَى لِحْيَتِهِ الشَّرِيْفَةِ وَقَالَ: بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَللَّهُمَّ اذْهَبْ عَنِّي الْهَمَّ وَالْحَزَنَ وَالْغَمَّ. اَللَّهُمَّ بِحَمْدِكَ انْصَرَفْتُ وَبِذَنْبِيْ اعْتَرَفْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اقْتَرَفْتُ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ جَهْدِ بَلاَءِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ اْلآخِرَةِ. اهـ
Artinya :“Telah meriwayatkanIbnu Manshur bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW ketika selesai shalat (setelah salam) mengusap wajahnya dengan tapak tangannya yang kanan, kemudian diteruskan sampai ke dagunya yang mulia sambil membaca do’a :

بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَللَّهُمَّ اذْهَبْ عَنِّي الْهَمَّ وَالْحَزَنَ وَالْغَمَّ. اَللَّهُمَّ بِحَمْدِكَ انْصَرَفْتُ وَبِذَنْبِيْ اعْتَرَفْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اقْتَرَفْتُ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ جَهْدِ بَلاَءِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ اْلآخِرَةِ

Pendapat lain dikemukakan oleh Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-dimyathi menyatakan: Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar, dan kami juga meriwayatkan hadits dalam kitab Ibnu Sina dari Sahabat Anas bahwa Rasulullah SAW apabila selesai melaksanakan shalat, beliau mengusap wajahnya dengan tangan kanannya. Lalu berdoa:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إلهَ إلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ اَللَّهُمَّ اذْهَبْ عَنِّي الْهَمَّ وَالْحَزَنَ

Saya bersaksi tiada Tuhan kecuali Dia Dzat Yang maha Pengasih dan penyayang. Ya Allah Hilangkan dariku kebingungan dan kesusahan." (I’anatut Thalibin, juz I, hal 184-185)
Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ibnus Sunni, al-Bazzar dan Ibnu ‘Adi meriwayatkan bahawa Sayyidina Anas bin Malik r.a. berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا قضى صلاته مسح جبهته بيده اليمنى  ثم قال: أشهد أن لاإله إلا الله الرحمن الرحيم  اللهم أذهب عني الهم و الحزن

Adalah Junjungan Rasulullah s.a.w. apabila selesai daripada sholat, baginda menyapu dahinya dengan tangan kanan sambil mengucapkan: “Aku bersaksi bahawasanya tiada tuhan yang disembah selain Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Ya Allah, hilangkanlah daripadaku segala kegundahan dan kedukaan.”

Beberapa ulama menyebutkan bahwa kedudukan hadits-hadits di atas adalah dhaif (lemah). Walaupun demikian, karena banyak hadits dari jalur periwayatan lain yang saling menguatkan maka hadits ini dianggap hadits hasan lighairihi, sehingga dapat digunakan sebagai hujjah dalam penetapan hukum maupun dalam beramal.

Hadis dha’if dapat ditingkatkan derajatnya ke tingkat hasan dengan dua ketentuan,yaitu:
a)      hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi yang lain melalui jalan lain, dengan syarat bahwa perawi (jalan) yang lain tersebut sama kualitasnya atau lebih baik dari padanya.
b)      bahwa sebab kedha’ifannya karena keburukan hafalan perawinya, putusnya sanad serta adanya periwayat yang tak dikenal.


Di antara ulama yang menghasankannya adalah Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam akhir kitabnya Bulughul Marom. Kaedah yang dipakai dalam hal ini adalah : Al-ahaadiitsu Adh-dha’iif hujjatun lifadhaa-ilil a’maal “ ( hadits dhoif itu adalah hujjah untuk fadhoilul a'maal)

Demikianlah penjelasan dasar penetapan hukum sunah menyapu wajah setelah selesai shalat. semoga bermanfaat

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Beda Itu Indah: Menyapu Wajah Setelah Selesai Shalat"